JAKARTA.MediaSindent.Com-pasca Terbitnya Patwa Makamah Konsutusi (MK) tentang Jabatan Rangkap Personil Polri yang aktif diluar insitutusi Polri, Komisi III DPR resmi membentuk Panitia Kerja (Panja) Reformasi Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.
“Wakil Ketua Komisi III DPR RI M Rano Alfath menyampaikan tujuan pembentukan panja itu,
Sudah waktunya sebab sejak Reformasi 27 tahun lalu, persoalan persoalan dasar supermasi hukum masih kita jumpai dan belum kokoh dan lembaga belum cukup independen sehinga penyalahgunaan wewenang, kriminalisasi, kekerasan aparat, sampai putusan pengadilan yang mengundang tanda tanya, semuanya menunjukkan masih ada masalah di hulunya,” ujar Rano kepada wartawan.
Dia mengatakan rencana panja ditujukan untuk menjawab persoalan secara menyeluruh dan tidak dilingkungan Kepolisian atau satu lembaga hukum tetapi berkaitan dengan lembaga hukum.
“Kita tidak bisa bicara Reformasi Polri tanpa menyinggung Kejaksaan, dan tidak mungkin memperbaiki Kejaksaan tanpa memperkuat integritas peradilan. Tiga institusi ini saling terhubung dalam satu ekosistem. Sistem peradilan pidana terpadu itu harus benar-benar menjadi kerangka berpikir, bukan slogan,” tegasnya.
“Pembentukan komisi reformasi oleh Presiden menunjukkan negara mengakui adanya persoalan struktural dan kultural ditubuh Polri selama ini, sebab penindakan disiplin saja tidak cukup, kita perlu membenahi tata kelola SDM, memperkuat profesionalisme,” jelas Rano.
“Ketika diduga ada Aparat hukum menangani suatu kasus dan menerima aliran dana dan penyelesaiannya berhenti kendati pencopotan jabatan, namun demikian itu bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi menyangkut integritas lembaga penuntut umum. Kalau Kejaksaan tidak tegas terhadap aparatnya, publik sulit percaya pada objektivitas penuntutan,” ujarnya.
Pada sektor peradilan, Rano menilai meningkatnya pelanggaran etik hakim dan maraknya putusan kontroversial sebagai tanda ada masalah sistemik. Dia mengatakan pengadilan menjadi benteng terakhir pencari keadilan.
“Pengadilan adalah benteng terakhir pencari keadilan. Kalau benteng ini rapuh, seluruh bangunan negara hukum ikut runtuh. Kasus mafia tanah, gugatan rekayasa, lemahnya verifikasi dokumen, sampai kriminalisasi advokat, semua ini menunjukkan adanya persoalan struktural yang harus segera diperbaiki,” ujarnya.
Rano mengatakan disahkan KUHAP baru merupakan langkah penting. Dia mengatakan panja ini akan bekerja secara terukur, berbasis data, dan melibatkan pemangku kepentingan utama, mulai dari lembaga pengawas, akademisi, masyarakat sipil, hingga komunitas korban.
“Reformasi penegakan hukum tidak boleh berhenti pada wacana atau dijadikan komoditas politik. Panja ini harus menghasilkan rekomendasi yang operasional dan memastikan ada pengawasan berkelanjutan. Negara harus hadir untuk menegakkan hukum secara adil, bukan menyalahgunakannya.”tutur Reno
























